pembuatan
rangka atap bangunan yang berukuran besar seperti gudang atau gedung
dengan bentang lebih dari 10 meter pada umumnya harus menggunakan
struktur rangka baja (profil siku, kanal atau pipa) maupun struktur
gable (profil WF, kanal) yang dibentuk dengan menggunakan teknik
pengelasan sebelum akhirnya dirakit (erection) di lokasi dengan
menggunakan sambungan baut ataupun sambungan las.
I. Ruang Lingkup dan Definisi Pengelasan
a. Definisi pengelasan menurut American Welding Society, 1989
Pengelasan adalah proses penyambungan logam atau non logamyang
dilakukan dengan memanaskan material yang akan disambung hingga
temperatur las yang dilakukan secara : dengan atau tanpa menggunakan
tekanan (pressure),hanya dengan tekanan (pressure), atau dengan atau
tanpa menggunakan logam pengisi (filler)
b. Definisi pengelasan menurut British Standards Institution, 1983
Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua atau lebih material
dalam keadaan plastis atau cair dengan menggunakan panas (heat) atau
dengan tekanan (pressure) atau keduanya. Logam pengisi (filler metal)
dengan temperatur lebur yang sama dengan titik lebur dari logam induk
dapat atau tanpa digunakan dalam proses penyambungan tersebut.
II. Sejarah pengelasan
Para ahli sejarah memperkirakan bahwa orang Mesir kuno mulai
menggunakanpengelasan dengan tekanan pada tahun 5500 SM (untuk
membuatpipa tembaga denganmemalu lembaran yang tepinya saling menutup).
Winterton menyebutkan bahwa bendaseni orang Mesir yang dibuat pada
tahun 3000 SM terdiri dari bahan dasar tembaga dan emas hasil peleburan
dan pemukulan. Jenis pengelasan ini, yang disebut pengelasan tempa
{forge welding), merupakan usaha manusia yang pertama dalam menyambung
dua potong logam. Contoh pengelasan tempa kuno yang terkenal adalah
pedang Damascus yang dibuat dengan menempa lapisan-lapisan besi yang
berbeda sifatnya.
Pengelasan
tempa telah berkembang dan penting bagi orang Romawi kuno sehingga
mereka menyebut salah satu dewanya sebagai Vulcan (dewa api dan
pengerjaan logam) untuk menyatakan seni tersebut. Sekarang kata
Vulkanisir dipakai untuk proses perlakuan karet dengan sulfur, tetapi
dahulu kata ini berarti “mengeraskan”. Dewasa ini pengelasan tempa
secara praktis telah ditinggalkan dan terakhir dilakukan oleh pandai
besi.
Tahun 1901-1903 Fouche dan Picard mengembangkan tangkai las yang dapat
digunakandengan asetilen (gas karbit), sehingga sejak itu dimulailah
zaman pengelasan danpemotongan oksiasetilen (gas karbit
oksigen).Periode antara 1903 dan 1918 merupakan periode pemakaian las
yang terutamasebagai cara perbaikan, dan perkembangan yang paling pesat
terjadi selama Perang Dunia I (1914-1918). teknik pengelasan terbukti
dapat diterapkan terutama untuk memperbaiki kapal yang rusak.
Winterton melaporkan bahwa pada tahun 1917 terdapat 103 kapal musuh di
Amerika yang rusak dan jumlah buruh dalam operasi pengelasan meningkat
dari 8000 sampai 33000 selama periode 1914-1918. Setelah tahun 1919,
pemakaian las sebagai teknik konstruksi dan pabrikasi mulai berkembang
dengan pertama mwnggunakan elektroda paduan (alloy) tembaga-wolfram
untuk pengelasan titik pada tahun 1920. Pada periode 1930-1950 terjadi
banyak peningkatan dalam perkembangan mesin las. Proses pengelasan
busur nyala terbenam (submerged) yang busur nyalanya tertutup di bawah
bubuk fluks pertama dipakai secara komersial pada tahun 1934 dan
dipatenkan pada tahun 1935. Sekarang terdapat lebih dari 50 macam proses
pengelasan yang dapat digunakan untuk menyambung pelbagai logam dan
paduan.
Pengelasan yang kita lihat sekarang ini jauh lebih kompleks dan sudah
sangat berkembang. Kemajuan dalam teknologi pengelasan tidak begitu
pesat sampai tahun 1877. Sebelum tahun 1877, proses pengelasan tempa
dan peyolderan telah dipakai selama 3000 tahun. Asal mula pengelasan
tahanan listrik {resistance welding) dimulai sekitar tahun 1877 ketika
Prof. Elihu Thompson memulai percobaan pembalikan polaritas pada
gulungan transformator, dia mendapat hak paten pertamanya pada tahun
1885 dan mesin las tumpul tahanan listrik {resistance butt welding)
pertama diperagakan di American Institute Fair pada tahun 1887.
Pada tahun 1889, Coffin diberi hak paten untuk pengelasan tumpul nyala
partikel (flash-butt welding) yang menjadi satu proses las tumpul yang
penting. Zerner pada tahun 1885 memperkenalkan proses las busur
nayala karbon {carbon arc welding) dengan menggunakan dua elektroda
karbon, dan N.G. Slavinoff pada tahun 1888 di Rusia merupakan orang
pertama yang menggunakan proses busur nyala logam dengan memakai
elektroda telanjang (tanpa lapisan). Coffin yang bekerja secara
terpisah juga menyelidiki proses busur nyala logam dan mendapat hak
paten Amerika dalam tahun 1892. Pada tahun 1889, A.P. Strohmeyer
memperkenalkan konsep elektroda logam yang dilapis untuk menghilangkan
banyak masalah yang timbul pada pemakaian elektroda telanjang.
Thomas Fletcher pada tahun 1887 memakai pipa tiup hidrogen dan oksigen
yang terbakar, serta menunjukkan bahwa ia dapat memotong atau
mencairkan logam.
Pada saat sekarang ini teknik las telah dipergunakan secara luas yang
dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Luasnya penggunaan teknologi las
disebabkan karena bangunan dan mesin yang dibuat dengan mempergunakan
teknik pengelasan ini menjadi lebih murah.
III. Penggunaan & pengembangan teknologi las
Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas
meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat,
pipa saluran, kendaraan rel dan sebagainya.
Disamping itu untuk pembuatan las, proses las dapat juga dipergunakan
untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang coran, membuat
lapisan keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus
dan macam-macam reparasi lainnya.
Pengelasan bukan tujuan utama dari konstruksi tetapi hanya merupakan
sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik. Karena itu
rancangan dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan
kesesuaian antara sifat-sifat las dengan kegunaan konstruksi serta
keadaan sekitarnya.
Pengembangan Teknologi Las
1. Las Busur Listrik
Selama berabad-abad las tempa dipakai sebagai proses utama untuk
menyambung logam tanpa banyak mengalami perkembangan. Pada awal abad 19,
ditemukan cara baru yaitu las busur nyala listrik (Elekctric Arc
Welding) dengan electrode carbon batangan tanpa pembungkus dengan
menggunakan battery sebagai sumber tenaga listrik. Kelemahan utama
proses las listrik carbon adalah oksidasi yang relative tinggi pada
lasan (lasan mudah karat) sehingga las ini banyak dipakai.
Pada waktu yang bersamaan, tahun 1877, ditemukan las tahanan
(Resistance Welding). Seorang ahli fisika dari Inggris, James Joule,
diakui sebagai penemunya. Pada tahun 1856 dia memenaskan dua batang
kawat dengan aliran listrik. Selama proses pemanasan, kedua kawat
tersebut ditekan satu sama lain. Ternyata kedua kawat tersebut saling
terikat setelah selesai dipanaskan.
Pada perkembangan selanjutnya, resistane welding menghasilkan beberapa
jenis proses pengelasan, missal las flash (Flas Welding) pada tahun
1920.las tahanan listrik mencapai kejayaannya setelah diciptakan
berbagai jenis robot. Untuk memenuhi kebutuhan dikembangkan berbagai
bentuk las tahanan listrik yang meliputi las titik, interval, seam
(garis) dan proyeksi. Las ini dalam prosenya menerapkan panas dan
tekan. Electrode berfungsi sebagai penyalur arus dan penekanan benda
kerja berbentuk plat.
Pada decade berikutnya, diperkenalkan last hermit (Thermit Welding)
berdasarkan prose kimiawi sehingga menambah kesanah teknologi
pengelasan. Las thermiddiperoleh dengan menuangkan logam cair diantara
dua ujung logam yang akan disambungkan sehingga ikut mencair. Setelah
membeku kedua logam menyatu dan cairan logam yang dituangkan berfungsi
sebagai bahan tambah.
Pada akhir abad 19 ditemukan las oxy acetylene, las ini berhasil
menggeser pemakaian las tempa dan mendominasi proses pengelasan untuk
beberapa decade sampai dikembangkan las listrik..
Pada tahun 1925 las oxy acetylene digeser oleh adanya perbaikan las
busur listrik yang mana las busur tersebut memakai electrode
terbungkus. Setelah terbakar, pembungkus electrode menghasilkan gas dan
terak. Gas melindungi kawah lasan dari oksidasi pada saat proses
pengelasan sedang berlangsung. Terak melindungi lasan selama proses
pembekuan hingga dingin (sampai terak dibersihkan). Keterbatasan las
busur electrode batangan adalah panjang ektode yang terbatas sehingga
setiap periode tertentu pengelasan harus berhenti mengganti electrode.
Efesiensi bahan tanbah jauh dari 100% karena mesti ada puntungnya.
Bertitik tolak dari kelemahan tersebut maka pada akhir tahun 1930an
diciptakan las busur electrode gulungan. Secara prinsip, pengelasan
tidak perlu berhenti sebelum sampai ujung jalur las. Dan pengelasan
dapat dilakukan dengan cara semi otomatis atau otomatis. Sebagai
pelindung dipakai flux. Flux dituangkan sesaat dimuka electrode
sehingga busur nyala listrik terpendam oleh flux. Keuntungannya,
operator tidak silau oleh busur nyala listrik, kelemahannya, las
terbatas pada posisi dibawah tangan saja pada posisi lain flux akan
jatuh berhamburan sebelum berfungsi.
Pada tahun 1941 di Amerika ditemukan electrode Tungsten. Tungsten tidak
mencair oleh panasnya busur nyala listrik sehingga tidak terumpan
dalam lasan. Sebagai pelindung dipakai gas inti (Inert) yang untuk
beberapa saat dapat bertahan pada kondisinya. Gas inti disemburkan
kedaerah lasan sehingga lasan terhindar dari oksidasi. Karena
menggunakan las inti sebagai bahan pelindung las ini sering disebut
las TIG ( Tungsten Inert Gas).
Keberhasilan pemakaian gas inti pad alas tungsten dicoba pula pad alas
elektroda gulungan pada awal tahun 1950an. Proses ini selanjutnya
disebut Gas Metal Arc Welding (GMAW) atau las MIG (Metal Inert Gas).
Kaena gas argo sangat mahal maka dipakai gas campuran argon dan
oksigen atau gas CO yang cukup aktif. Las ini biasa disebut dengan
Metal Aktif Gas (MAG). Dapat pula dipakai pelindung campuran argon
dengan CO selama tidak lebih dari 20% hasilnya cukup baik karena tidak
meninggalkan terak. Perlu diketahui bahwa gas gas pelindung lebih
mahal, maka cara tersebut hanya dipakai untuk keperluan khusus.
Berikutnya ditemukan las busur electrode gulungan dengan pelindung lasan
berupa serbuk. Supaya dapat dipakai pada segala posisi, elektroda
dibuat berlubang seperti pipa untuk menempatkan flux. Proses ini
relative lebih murah dari pada las busur gas, dapat untuk segala posisi
dan teknis pengelasan dapat dikembangkan secara semi otomatis atau
otomatis penuh las ini disebut las busur elektroda berinti flux (Flux
Core Arc Welding) Selanjutnya ada elektroda sebagai komponen yang akan
dipasang pada bagian lain. Las ini disebut las stud. Stud terpasang
pada benda utama melalui tiga tahap yaitu seting posisi, pencarian
ujung stud dan benda utama dan penekanan stud pada benda utama sesaat
setelah busur nyala dimatikan.
Setelah itu dikembangkan las listrik frekuensi inggi yaitu 10000
sampai 500000 Hz. Las listrik frekuensi tinggi sering disebut las
induksi. Ditinjau dari proses penyatuan benda kerja, las ini termasuk
las padat yang dibantu dengan panas untuk memecah lapisan oksidasi
atau kotoran pada permukaan benda kerja. Panas yang dihasilakan sangat
tipis dipermukaan benda kerja sehingga las ini sangat cocok untuk
plat tipis.
Pada tahun 1950an , diubahnya energi listrik menjadi seberkas electron
yang ditembakkan benda kerja. Panas yang dihasilkan lebih besar dan
dimensi bekas electron jauh lebih kecil dari busur nyala listrik,
pengelasannya sangat cepat maka sangat cocok untuk produksi masal.
Daerah panas menjadi lebih sempit sehingga sangat cocok untuk bahan
yang sensitive terhadap perubahan panas. Kualitas lasan sangat baik
dan akurasi , hanya saja peralatannya sangat mahal. Cara ini biasa
disebut las electron ( Electron Beam Welding).
2. Las Gesek
Pada tahun 1950, AL Chudikov, seorang ahli mesin dari Uni Sovyet,
mengemukakan hasil pengamatannya tentang teori tenaga mekanik dapat
diubah menjadi energi panas. Gesekan yang terjadi pada bagian-bagian
mesin yang bergerak menimbulkan banyak kerugian karena sebagian tenaga
mekanik yang dihasilkan berubah menjadi panas. Chudikov berpendapat,
proses demikian mestinya bias dipakai pada proses pengelasan. Setelah
melalui percobaan dan penelitian dia berhasil mengelas dengan
memanfaatkan panas yang terjadi akibat gesekan. Untuk memperbesar panas
yang terjadi, benda kerja tidak hanya diputar tetapi ditekan satu
terhadap yang lain. Tekanan juga berfungsi mempercepat fusi. Cara ini
disebut las gesek (Friktion Welding)
3.Las Plasma
Las plasma busur nyala listrik (Plasma Arc Welding). Proses plasma
sebenarnya merupakan penyempurnaan las tungsren, hanya saja busur nyala
listrik tidak muncul diantara elektroda dengan benda kerja tetapi
muncul antara ujung elektroda dengan gas inti yang mengalir di
sekitarnya. Las plasma ternyata lebih baik dari las tungsten karena
busur nyala listrik yang muncul lebih stabil dengan diameter lebih kecil
sehingga panasnya lebih terpusat. Proses pengelasan bias lebih cepat,
disamping itu tungsten tidak pernah menyentuh benda kerja.
4.Las Suara
Awal tahun 1960 ditandai dengan penemuan las yang menggunakan suara
frekuensi tinggi (Ultrasonic Welding). Las ini juga menggunakan listrik
dalam proses kerjanya, tidak ada aliran listrik pada benda kerja,
panas yang ditimbulkan semata-mata hasil proses dan sifatnya hanya
membantu dalam proses penyatuan benda kerja.
Suara yang digunakan berkisar antara 10000 sampai 175000 Hz, getaran
suara disalurkan melalui sosotrode yang dipasang pada benda kerja.
Kemudian tekanan yang diterapkan pada benda kerja selama proses.
Kelebihan proses ini adalah sesuai untuk benda tipis dan tidak
terpengaruh jenis bahan yang disambungkan. Tidak dipakainya energi
panas sebagai energi utama merupakan kelebihan sendiri pada bahan
tertentu dan tipis, hanya saja kurang berhasil untuk ketebalan benda
kerja diatas 2,5mm x 2.
Berbagai bentuk las ultrasonic:
Wedge reed spot.
Leteral drive spot.
Overthung copuler spot.
Line.
Ring.
Continuous seam.
5. Las eksplosive (Exsplosive Welding atau EXW)
Las eksplosive (Exsplosive Welding atau EXW) dikembangkan dari
pengamatan seseorang dimasa PD I, ada pecahan-pecahan bom yang melekat
kuat pada logam lain yang tertumbuk. Carl dalam penelitiannya
menyimpulakan bahwa pecahan bom tersebut menempel karena efek jet pada
saat terjadi tumbukan. Efek jet mampu membersihkan kotoran yang melekat
pada permukaan kedua benda sehingga terjadi kontak antar atom kedua
benda dan menghasilkan ikata yang cukup kuat.
6. Las Laser.
Pada tahun 1955 para ahli fisika berhasil menemukan sinar laser, secara
sederhana dapat dikatakan sinar yang diproduksi pada panjang gelombang
tertentu dan parallel, kemudian diperbesar, sinar tersebut selanjutnya
difokuskan. Panas yang dihasilkan pada titik focus sangat tinggi.
Menjelang tahun 1970, laser mulai diterapkan pad alas, laser sebagai
sinar dapat diatur secara akurat sehingga las laser sangatsesuai untuk
peralatan-peralatan khusus.
Las laser dapat dipakai untuk mengelas benda-benda dengan ketebalan
0,13mm sampai 29mm pada kecepatan geser berkisar dari 21 mm/dt sampai
1,2 mm/dt. Persoalan yang timbul pad alas laser sama halnya dengan las
electron, kerenggangan benda kerja sangat kecil antara 0,03 sampai
0,15.sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian
yang digunakan dalam bidang las, ini disebabkan karena perlu adanya
kesepakatan dalam hal-hal tersebut. Secara konvensional cara-cara
pengklasifikasi tersebut pada waktu ini dapat dibagi dua golongan,
yaitu klasifikasi berdasarkan kerja dan klasifikasi berdasarkan energi
yang digunakan.